SIDANG

PUTUSAN RABU, 20 Agustus 2025

Pukul 13.00 WIB DI PN Tangerang.

PERTARUNGAN “DAVID VS GOLIATH” (DAUD VS JALUT) DI LAHAN PIK 2,

MENGEDEPANKAN KEKUASAAN

 

Kisah Charlie Chandra dan Tanah PIK 2: Riwayat Sah SHM No. 5/Lemo

Terungkap: Bagaimana tanah sah milik Sumita Chandra diwarisi oleh Charlie Chandra tapi diklaim dan dikuasai oleh pengembang PIK 2.

 

Profil Charlie Chandra

Charlie Chandra adalah ahli waris langsung dari almarhumah Sumita Chandra, pemilik sah SHM No. 5/Lemo seluas 87.100 m² yang kini menjadi bagian dari kawasan elit PIK 2. Tanah tersebut telah dikuasai secara sepihak oleh pihak pengembang tanpa persetujuan dari keluarga pemilik sah.

Riwayat Kepemilikan SHM No. 5/Lemo

Pada 9 Februari 1988, Sumita Chandra membeli tanah ini secara sah melalui Akta Jual Beli No. 38/5/VIII/Teluknaga/1988. Sertifikat diterbitkan atas nama Sumita oleh BPN dan tidak pernah dibatalkan.

Putusan Hukum: Charlie Chandra Menang di Semua Tingkat

1. Perkara Perdata

Putusan 726/Pdt/1998/PT.Bdg menguatkan bahwa AJB 1988 sah, dan Sumita Chandra adalah pembeli beritikad baik yang dilindungi hukum.

2. Perkara TUN (Tata Usaha Negara)

Putusan membatalkan AJB tahun 1984 atas nama The Pit Nio dan Wishnu Soejanto karena dianggap palsu dan merugikan pemilik sah (Sumita Chandra).

Dugaan Modus Penguasaan Tanah oleh Pengembang PIK 2

Ayah Charlie Chandra Dikriminalisasi Tahun 2014

Pada tahun 2014, Sumita Chandra—ayah dari Charlie Chandra—dilaporkan atas tuduhan melakukan pemalsuan cap jempol dalam Akta Kuasa Nomor 18 tanggal 3 Juni 1982 atas nama The Pit Nio.

Namun laporan ini patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi, karena muncul tidak lama setelah Sumita Chandra menolak menjual tanah SHM No. 5/Lemo kepada pengembang PIK 2, melalui perwakilannya Ali Hanafia Lijaya.

Alasan Mengapa Tuduhan Ini Janggal dan Tidak Berdasar

  1. Laporan baru muncul puluhan tahun kemudian:
    Akta Kuasa dibuat tahun 1982, namun laporan baru diajukan tahun 2014, tidak lama setelah Sumita Chandra menolak penawaran jual beli. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa laporan tersebut bermotif tekanan.
  2. Tindak pidana sudah daluwarsa:
    Berdasarkan Pasal 78 KUHP, pemalsuan adalah tindak pidana yang memiliki masa daluwarsa 12 tahun. Dengan laporan diajukan 32 tahun setelah kejadian, seharusnya kasus ini tidak dapat diproses secara hukum.
  3. Hasil labkrim tidak masuk akal:
    Laporan menyatakan cap jempol dalam akta kuasa tidak identik dengan The Pit Nio. Padahal, The Pit Nio sudah wafat sejak tahun 2006. Bagaimana mungkin dilakukan pembanding identitas cap jempol terhadap seseorang yang telah meninggal 8 tahun sebelumnya?
  4. Surat kuasa tersebut telah diuji di pengadilan:
    Akta Kuasa Nomor 18 tahun 1982 telah menjadi bagian dari beberapa putusan pengadilan dalam perkara perdata tidak pernah dinyatakan sebagai surat palsu atau batal demi hukum. Tuduhan pidana terhadap dokumen yang telah diperiksa dan diterima dalam proses peradilan ini jelas berlebihan dan tidak proporsional.

Kesimpulannya, laporan terhadap Sumita Chandra di tahun 2014 (yang sudah di SP3) merupakan bagian dari dugaan pola tekanan dan kriminalisasi terhadap keluarga Charlie Chandra, yang sejak awal menolak menjual tanah mereka kepada pengembang PIK 2. Kini, pola serupa kembali terjadi terhadap anaknya sendiri dalam kasus tahun 2023.

 

Sejak 2013, pengembang PIK 2 melalui PT Mandiri Bangun Makmur (PT MBM) bekerja sama dengan pihak yang mengaku sebagai ahli waris The Pit Nio dan melakukan hal-hal berikut:

  1. Menerbitkan kuasa ke PT MBM berdasarkan Akta Notaris tahun 2015.
  2. Mengklaim kepemilikan SHM No. 5/Lemo atas nama The Pit Nio, padahal sudah dijual sejak 1982.
  3. Menjual dan menguasai tanah Sumita Chandra tanpa hak.
  4. Mengusir penyewa tambak dan mengklaim “penguasaan fisik”.
  5. Menjual tanah ke customer, padahal SHM5/Lemo masih atas nama ayah Charlie Chandra.

Padahal seluruh pengadilan telah menyatakan bahwa kepemilikan tanah berada di tangan Sumita Chandra dan ahli warisnya, Charlie Chandra.

Charlie Chandra Dikriminalisasi Sejak Tahun 2021

Laporan Penggelapan SHM No. 5/Lemo yang Janggal

Setelah Charlie Chandra menghadiri undangan ke kantor PIK 2 pada tanggal 13 September 2021, yang dilakukan menyusul adanya penawaran harga atas tanah milik keluarganya, ia dengan tegas menolak penawaran tersebut. Tak lama setelah penolakan itu, Charlie justru dilaporkan atas dugaan penggelapan Sertifikat Hak Milik No. 5/Lemo.

Padahal, sertifikat tersebut secara sah atas nama ayahnya sendiri, Sumita Chandra, dan merupakan bagian dari harta warisan keluarga. Tuduhan ini tentu sangat janggal. Bagaimana mungkin seseorang dapat dituduh menggelapkan dokumen milik keluarganya sendiri yang sah, apalagi atas tanah yang kepemilikannya telah ditegaskan melalui berbagai putusan pengadilan? Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa laporan tersebut bukan murni upaya penegakan hukum, melainkan bagian dari tekanan terhadap Charlie agar melepaskan haknya atas tanah tersebut.

Dalam gelar perkara, penasehat Hukum Charlie Chandra menunjukkan adanya Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 726/Pdt/1998/PT.Bdg yang menguatkan bahwa Sumita adalah pembeli sah dan beritikad baik. Setelah bukti-bukti tersebut disampaikan, penyidik akhirnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan penggelapan tersebut karena dinyatakan tidak cukup bukti.

Kriminalisasi demi kriminalisasi terhadap Charlie Chandra memperkuat dugaan bahwa ini bukan sekadar proses hukum biasa, tapi merupakan bagian dari pola sistematis untuk menekan pemilik sah agar melepas tanahnya kepada pengembang PIK 2.

Alih-alih mendapatkan perlindungan hukum sebagai ahli waris sah, Charlie Chandra justru di laporkan lagi pada hari yang sama SP3 di terbitkan. Ketika mengurus balik nama atas tanah SHM No. 5/Lemo yang merupakan warisan dari ayahnya, Sumita Chandra.

Charlie Chandra didakwa telah memberikan keterangan palsu dalam Lampiran 13 yang di buat oleh PPAT sebagai salah satu lampiran permohonan ke BPN dengan menyatakan bahwa tanah tersebut “tidak dalam sengketa dan dikuasai secara fisik”, padahal Sumita Chandra adalah pemilik yang sah yang tercatat atas nama SHM 5/Lemo dan tidak ada satupun Putusan Pengadilan Negri yang membatalkan kepemilikan Sumita Chandra atau PTUN yang membatalkan SHM 5/Lemo atas nama Sumita Chandra.

Dua Kali Penawaran Tanah oleh Pihak Pengembang PIK 2

Sebelum muncul konflik hukum, pihak pengembang atau perwakilannya sempat melakukan dua kali penawaran harga kepada Charlie Chandra untuk membeli tanah SHM No. 5/Lemo:

  • Penawaran Pertama (sekitar tahun 2015):
    Diajukan secara informal dan tidak memiliki dasar hukum. Ditolak oleh ayah Charlie karena justru tanah sudah lebih dulu diduduki sepihak oleh pengembang sebelum ada itikad baik atau negosiasi resmi.
  • Penawaran Kedua (di Kantor PIK 2):
    Dilakukan dengan nilai lebih tinggi, namun disertai tekanan psikologis. Dalam pertemuan tersebut, hadir pula penyidik dari Polda Metro Jaya, yang menciptakan suasana intimidatif. Keluarga tetap menolak karena merasa pendekatan yang dilakukan mengandung fitnah dan tekanan, bukan proses jual beli yang sah dan sehat.

Penolakan terhadap dua penawaran tersebut menjadi titik awal munculnya klaim sepihak dan proses penguasaan fisik tanah oleh pihak pengembang.

Kesimpulan: Charlie Chandra Adalah Korban, Bukan Pelaku

  • SHM No. 5/Lemo adalah milik sah keluarga Charlie Chandra.
  • Semua putusan hukum di tingkat Perdata dan TUN telah berpihak pada Charlie dan ibunya.
  • Pengembang PIK 2 tidak memiliki alas hak apapun atas tanah ini.
  • Tuduhan terhadap Charlie Chandra adalah bentuk nyata kriminalisasi terhadap pemilik sah.

Baca juga: Riwayat Peralihan Hak SHM 5/Lemo