Kronologi Konflik Tanah SHM No. 5/Lemo (±8,7 Ha)
Keluarga Charlie Chandra – PIK 2
1. Perolehan Hak yang Sah (1982–1988)
Tanah seluas ±8,7 hektare di Desa Lemo, Kabupaten Tangerang, pada awalnya tercatat atas nama The Pit Nio. Pada tahun 1982, tanah tersebut dijual kepada Chairil Widjaja berdasarkan Akta Jual Beli No. 202/1982. Selanjutnya, pada tahun 1988, Chairil Widjaja menjual tanah tersebut kepada Sumita Chandra melalui Akta Jual Beli No. 38/1988.
Sejak tahun 1988, Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 5/Lemo diterbitkan dan tercatat atas nama Sumita Chandra. Kepemilikan ini disertai penguasaan fisik nyata serta pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara terus-menerus hingga tahun 2023.
2. Pengelolaan dan Penguasaan Fisik oleh Keluarga (1988–2013)
Selama lebih dari dua dekade, tanah SHM No. 5/Lemo dikelola langsung oleh keluarga Sumita Chandra sebagai tambak ikan dan sebagian disewakan kepada pihak ketiga secara sah.
3. Upaya Pembelian Gagal dan Awal Penyerobotan (2013)
Pada tahun 2013, pihak yang terkait dengan kelompok usaha Agung Sedayu datang menawarkan pembelian tanah SHM No. 5/Lemo kepada Sumita Chandra. Penawaran tersebut tidak mencapai kesepakatan.
Tidak lama setelah penolakan penjualan, penguasaan fisik tanah mulai diganggu. Penyewa empang diusir oleh kelompok preman, dan sejak saat itu keluarga Sumita Chandra kehilangan akses terhadap tanahnya sendiri.
4. Penguasaan Tanpa Alas Hak oleh PT MBM (2014)
Pada tahun 2014, tanah SHM No. 5/Lemo mulai diuruk dan dikuasai secara fisik oleh PT Mandiri Bangun Makmur (PT MBM), meskipun tidak pernah ada jual beli, pelepasan hak, maupun pembatalan sertifikat atas nama Sumita Chandra.
Pada tahap ini, PT MBM belum memiliki hak atas tanah, dan penguasaan dilakukan tanpa dasar kepemilikan yang sah.
Sumita Chandra telah melaporkan penyerobotan tanah ke pihak ke kepolisian namun tidak pernah di tindak lanjuti.
5. Gelombang Pertama Kriminalisasi terhadap Sumita Chandra (2013–2015)
Setelah penolakan penjualan dan penguasaan fisik tanah, muncul laporan pidana terhadap Sumita Chandra terkait pemalsuan akta kuasa tahun 1982, padahal Sumita Chandra tidak memiliki hubungan hukum dengan akta tersebut.
Perkara pidana ini pada akhirnya dihentikan (SP3) karena Sumita Chandra meninggal dunia, dan tidak pernah ada putusan yang menyatakan Sumita Chandra bersalah.
6. Tanah Dijual ke Publik meski SHM Tetap atas nama Sumita Chandra (2014–2020)
Walaupun SHM No. 5/Lemo tetap tercatat atas nama Sumita Chandra, tanah tersebut telah diuruk, dipasarkan, dan diperjualbelikan ke publik sebagai bagian dari proyek PIK 2. Laporan polisi yang dibuat keluarga Sumita Chandra atas penyerobotan tanah sejak 2013 tidak pernah ditindaklanjuti.
7. Penawaran Pembelian Kedua dan Tekanan ke Charlie Chandra (2021)
Pada tahun 2021, pihak pengembang kembali menawarkan pembelian tanah kepada Charlie Chandra selaku ahli waris. Proses negosiasi dilakukan dengan tekanan, penentuan harga sepihak, dan ancaman pelaporan pidana apabila penawaran ditolak.
Negosiasi berakhir bukan karena penolakan semata, melainkan karena tidak dilakukan dengan itikad baik.
8. Gelombang Kedua Kriminalisasi (2021–2023)
Setelah penolakan penjualan oleh Charlie Chandra, pola yang sama terulang:
penawaran → penolakan → penguasaan tanah → laporan pidana.
Charlie Chandra dilaporkan atas dugaan penggelapan SHM No. 5/Lemo. Perkara tersebut dihentikan (SP3), dan sertifikat yang sempat disita dikembalikan kepada Charlie.
Namun pada hari yang sama, Charlie kembali dilaporkan dengan tuduhan pemalsuan Formulir BPN Lampiran 13.
9. Penerbitan SHGB 502/Lemo di atas SHM Aktif (Juli 2023)
Pada Juli 2023, BPN menerbitkan SHGB No. 502/Lemo di atas tanah yang sama dengan SHM No. 5/Lemo, padahal SHM tersebut masih aktif dan tercatat atas nama Sumita Chandra.
Penerbitan SHGB ini terjadi setelah penguasaan fisik tanah dilakukan sejak tahun 2013, dan menjadi dasar konflik administratif yang serius.
10. Balik Nama Waris Dijadikan Dasar Kriminalisasi (2023)
Proses balik nama waris yang sah justru dijadikan dasar kriminalisasi terhadap Charlie Chandra. Formulir BPN Lampiran 13 yang diisi dan ditandatangani notaris dituduhkan palsu hanya karena memuat frasa “dikuasai secara fisik”, meskipun frasa tersebut berasal dari formulir baku BPN.
11. Penangkapan, Penahanan, dan Tekanan Proses Hukum (2024)
Charlie Chandra ditangkap dan ditahan sebelum hasil gelar perkara khusus dikeluarkan. Bukti-bukti berupa putusan perdata dan PTUN yang telah inkracht dikesampingkan. Bahkan, foto Charlie disebarkan ke publik dan lingkungan sekolah anaknya.
Keabsahan DPO yang beredar pun diragukan karena tidak memenuhi standar administratif dan mencantumkan unsur diskriminatif.
12. Vonis Pengadilan dan Putusan Banding (2025)
Pada tahun 2025, Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan vonis terhadap Charlie Chandra dengan tuduhan turut serta memalsukan Formulir BPN Lampiran 13. Fakta persidangan menunjukkan bahwa formulir tersebut adalah blanko resmi BPN dan diisi oleh notaris, bukan oleh Charlie.
Pengadilan Tinggi Banten kemudian menurunkan vonis dari 4 menjadi 1 tahun penjara, meskipun unsur pidana dan kerugian nyata tidak terbukti.
13. Keterangan BPN
Pada 18 November 2025, dalam perkara Sukamto No. 1805/Pid.B/2025/PN Tng, muncul fakta baru dari kesaksian Aries—ASN BPN Kabupaten Tangerang—yang memberikan keterangan di bawah sumpah di hadapan majelis hakim. Pada menit 12:42 rekaman persidangan (tautan:https://youtu.be/fel3wPqitUs), ketika ditanya mengenai status kepemilikan SHM No. 5/Lemo, saksi Aries menyatakan:
“Sesuai data di buku tanah Kantor Pertanahan Tangerang, SHM Nomor 5/Lemo terdaftar dan masih berlaku atas nama Sumita Chandra.”
Perkara ini menjadi contoh nyata konflik agraria struktural, di mana pemilik tanah yang sah justru dikriminalisasi, sedangkan okupasi illegal oleh korporasi besar tidak tersentuh hukum.
14. Fakta Kunci yang Diabaikan
Seluruh putusan perdata dan PTUN yang telah inkracht menyatakan:
SHM No. 5/Lemo sah atas nama Sumita Chandra
Tidak pernah ada perintah pembatalan sertifikat
Penguasaan PT MBM tidak memiliki alas hak
Keluarga Charlie adalah pemilik beritikad baik yang seharusnya dilindungi hukum
14. Harapan
Kasus ini menunjukkan bahwa persoalan utama bukanlah sengketa kepemilikan tanah, melainkan belum ditegakkannya kepastian hukum pertanahan secara konsisten oleh negara. Oleh karena itu, harapan yang disampaikan melalui perkara ini adalah:
Menjalankan PP No. 24 Tahun 1997 dan UUPA secara konsisten.
Apabila kepastian hukum ditegakkan sebagaimana mandat PP 24/1997 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka Charlie Chandra tidak mungkin dipenjara, karena SHM No. 5/Lemo adalah hak milik sah keluarga Charlie Chandra yang tidak pernah dibatalkan oleh putusan pengadilan mana pun.
Mengawasi proses kasasi agar berjalan jujur, transparan, dan bebas intervensi.
Proses kasasi harus dijalankan berdasarkan fakta hukum dan putusan pengadilan yang telah inkracht, bukan tekanan kekuasaan, kepentingan ekonomi, atau manipulasi proses hukum.
Menegakkan asas PP 24/1997 dan UUPA bahwa alas hak pertama adalah pemilik sah.
Dalam hukum pertanahan Indonesia, alas hak pertama yang sah harus dilindungi, dan setiap sertifikat atau hak lain yang terbit kemudian di atasnya wajib dibatalkan, bukan justru dijadikan dasar kriminalisasi terhadap pemilik awal.
Memberikan kepastian hukum dan perlindungan dari kriminalisasi.
Negara wajib menjalankan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dengan menjamin kepastian hukum yang adil, menghentikan kriminalisasi, serta mengembalikan tanah kepada ahli waris pemegang SHM No. 5/Lemo.
Menghentikan praktik mafia tanah dan mafia hukum.
Kasus ini mencerminkan praktik sistemik mafia tanah dan mafia hukum yang merusak keadilan, mencederai rasa keadilan publik, dan melemahkan negara hukum Indonesia. Praktik semacam ini harus dihentikan demi perlindungan hak warga negara dan supremasi hukum.